ngudi ngilmu
4 Mei 2011 pukul 22:11
Studi Sosial dan Ilmu SosialOleh; Ahmad Izzul Ito’ S.Pd
- 1. Perbedaan Ilmu Social dan Studi Sosial.
Studi Sosial dapat diartikan sebagai studi mengenai interelasi ilmu-ilmu social dalam menelaah gejala dan masalah social yang terjadi didalam lingkungan masyarakat. Adapun secara praktisnya, dapat diartikan sebagai usaha mengadakan interelasi antar ilmu-ilmu social dalam mengkaji gejala dan masalah social. Interelasi ilmu-ilmu social, yaitu hubungan disiplin akademik antar ilmu-ilmu social yang digunakan untuk menelaah gejala dan masalah social, karena dalam menelaah gejala dan masalah social, kita tidak akan dapat mengungkapkan gejala dan masalah social dengan hanya menggunakan satu atau dua bidang ilmu pengetahuan social saja.
Dalam hal ini gejala dan masalah social dimungkinkan timbul karena berbagai aspek dan factor kehidupan social manusia. Karena kita menyadari bahwa kehidupan ini bukan sebagai suatu hal yang kebetulan saja atau tanpa perencanaan yang memadai dari Sang Pencipta. Sebagaimana terjadinya siang-malam yang membuktikan bahwa proses penciptaan makhluk serta kehidupannya adalah suatu hal sangat menakjubkan yang tidak mungkin hanya sebuah kebetulan ataupun sekedar perhitungan untung dan rugi. Walaupun dinamika kehidupan sebagai bentuk kehidupan yang sesungguhnya, namun kita menyadari bahwa kehidupan ini tercipta diatas keseimbangan, keselarasan, tepat serta begitu mengagumkan, sehingga lebah yang tidak punya akalpun bisa menyadari bahwa ia bisa menghasilkan madu yang sangat berguna.
Jadi dalam kerangka kerja studi social, kita dituntut menghubungkan serta berusaha membangun interelasi berbagai bidang ilmu pengetahuan social sesuai dengan gejala dan masalah yang sedang kita kaji. Misalnya kita mengkaji masalah pengangguran, kalau kita mengungkap dari sisi ilmu ekonomi saja, maka akan nampak kekurangan serta kelemahan ilmu ekonomi dalam bidang lain, seperti hokum, geografi dan sebagainya, padahal dalam suatu masyarakat tidak bisa lepas dari berbagai aspek social, seperti hokum, geografi, psikologi, dan sebagainya. Sehingga studi social tanpa mempertimbangkan ilmu pengetahuan social lainya serta membangun interelasi antar ilmu pengetahuan social akan mustahil mengungkap gejala dan memecahkan masalah social secara komprehensif.
Pengertian gejala social, yaitu gejala yang terjadi dimasyarakat yang ditimbulkan oleh adanya kondisi – peristiwa – tingkah-laku – sikap manusia sebagai makhluk social yang menjadi suatu ketetapan atau bentuk baru yang komplek, yang menimbulkan dampak buruk secara luas jika tetap dibiarkan, kita tidak bisa mencegah timbulnya dalam skala kecil (perorangan), namun kita harus mengantisipasi meluasnya (sosial) gejala tersebut, sehingga tidak menimbulkan dampak social yang tidak diinginkan. Gejala social ini merupakan tanda-tanda pengungkapan aspek-aspek kehidupan social manusia dimasyarakat yang implikasinya sangat merugikan bagi kelangsungan masyarakat tersebut. Gejala-gejala tadi selain dapat kita amati secara langsung, dapat pula kita telaah sebab dan akibatnya.
Gejala-gejala social itu dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kriminal remaja, penganguran, sampah, kemacetan lalu-lintas, dan lain-lain adalah suatu hal yang lumrah jika hanya sekali atau dua kali saja atau dilakukan oleh satu atau dua orang saja, tetapi akan berakibat fatal jika terjadi sebagai wabah atau menyeluruh dalam lingkungan tersebut. Dalam hal ini gejala sekecil apapun harus diantisipasi karena secara langsung maupun tidak, sebuah perilaku atau perbuatan akan mengakibatkan dampak positif atau negative, terutama bagi si-pelaku sendiri maupun lingkungan masyarakatnya.
Adapun masalah social, yaitu situasi yang telah menjadi warisan turun temurun yang memerlukan perbaikan atau pemecahan, (1) baik yang ditimbulkan oleh kondisi masyarakat atau lingkungan social, (2) maupun yang mengandung penerapan kekuatan social dan cara-cara social untuk mengatasinya, “Social problem is a situation inherently requiring ameliorative treatment, which eithet (1) arises out of the conditions of society or the social environment, or (2) calls for the application of social forces and social means for its environment”. Jadi masalah social itu merupakan situasi yang tidak menentu yang mengandung persoalan dimasyarakat, yang ditimbulkan oleh variable-variable social yang menuntut pemecahan dengan kekuatan social. Masalah social ini biasanya merupakan wariasan masa-masa lampau, sehingga dapat dikatakan bahwa pemecahan yang telah dilakukan terhadapnya hanya bersifat sementara atau tidak bisa memecahkan masalah sampai tuntas.
Masalah social sebagai bentuk positive maupun negative suatu lingkungan social atau masyarakat yang memberikan dampak langsung pada aktivitas kehidupan atau manusia dalam lingkungan tersebut seperti pencemaran lingkungan, kekeringan, tingkat kemiskinan, tingkat penganguran, buta huruf, wabah penyakit dan lain-lain. Jadi masalah social menitik beratkan pada bentuk lingkungan alam sekitar makhluk hidup sebagai tempat hidup manusia, akan tetapi kalau gejala social menitik beratkan manusia sebagai pelaku social atau perilaku manusia pada lingkungannya.
Walaupun pada kenyataannya diantara manusia dan lingkungannya selalu berhubungan timbal-balik, interaksi antara manusia satu dengan manusia lainya dan antara manusia dan alam sekitarnya. Dalam hal ini tidak untuk menentukan siapa yang salah tetapi lebih mengusahakah bagaimanakah bentuk hubungan antara manusia dan lingkungannya lebih bisa bersahabat bahkan saling melindungi atau berdampak positive bagi kelangsungan kehidupan manusia sebagai individu maupun makhluk social, serta kelestarian lingkungan alam sebagai warisan untuk generasi penerus dari peradaban manusia bisa diwujudkan, karena segala bentuk interaksi maupun perilaku kita pada sesama dan alam sekitar belum tentu berdampak langsung, namun suatu saat pasti kita akan menemui akibat usaha yang kita lakukan.
Disinilah banyak pembahasan permasalahan bisa ketengahkan, bagaiamanakah manusia berinteraksi pada sesamanya, apakah manusia mampu menjaga alam sekitar untuk kelangsungan hidupnya atau alam akan mengungkapkan kemarahan. Pendek kata, misalnya kita tidak bisa mencegah banjir tetapi eksploitasi manusia pada lingkungan yang berlebihan patut dipertanyakan, krisis ekonomi terkait adanya monopoli perdagangan dan praktik politik dumping, stagnasi kekuasaan menimbulkan dampak korupsi, kolusi dan nepotisme serta fundamental krisis multidimensi dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, pemecahan masalah social memerlukan kekuatan social dan cara-cara social, sebagai gabungan antara studi social dan ilmu-ilmu social. Hal ini sebagai bukti gambaran tentang kompleknya permasalahan manusia serta ruang lingkup socialnya, sehingga suatu permasalahan social manusia tidak dapat dipecahkan oleh kekuatan individu atau disederhanakan sedemikian mungkin. Pemecahan permasalahan social menuntut pemikiran dan kerja sama berbagai pihak, yang berkenaan dengan berbagai bidang keahlian, maupun tingkat kelembagaan yang ada. Disinilah pentingnya kedudukan studi social dengan segala bentuk serta berbagai metode yang berkenaan dengannya, untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
- 2. Ruang lingkup Studi social.
Pada pelaksanaan dan kerangka kerjanya, studi social menelaah gejala dan masalah social tadi untuk mencari alternative pemecahannya dan untuk mengembangkan kehidupan ketaraf yang lebih tinggi. Jadi jika diuraiakan maka ruang lingkup studi social dapat dikemukakan sebagai beriktu:
a) Manusia dalam konteks social dengan segala aspek kehidupanya.
b) Gejala dan masalah social yang terjadi akibat dari adanya interelasi aspek kehidupan social.
c) Penelahaan dan pengkajian sebab-sebab terjadinya gejala dan masalah social.
d) Penyusunan alternative pemecahan masalah social sesuai dengan factor-faktor penyebaranya.
e) Penyusunan alternative pengembangan kehidupan social ketaraf yang lebih tinggi dengan memperhatikan kualitas lingkungan yang menunjang kehidupan yang bersangkutan.
- 3. Esensi Studi social.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pertumbuhan demografi penduduk di permukaan bumi yang terus berlangsung, mendorong perkembangan kebutuhan manusia, baik kebutuhan social ekonominya maupun kebutuhan social budayanya. Pemenuhan kebutuhan yang tidak seimbang dengan sumberdaya yang menjaminnya menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh kekuatan manusia secara individual. Persoalan tadi atau lebih tepatnya masalah tadi akan melibatkan manusia sebagai pelengkap pelaku dan juga sebagai pelengkap penderitanya. Seperti yang telah dikemukakan sub bab dia atas, masalah-masalah tersebut kita sebut masalah social.
Untuk dapat menyadari dan menghayati masalah social yang terjadi dimasyarakat, kita harus mempertajam kesadaran dan penghayatan kita masing-masing. Usaha ini dapat kita lakukan melalui observasi, penelitian, latihan dan pengamatan terhadap gejala dan masalah social yang terjadi dimasyarakat tempat kita hidup, dalam bentuk studi social. Dengan mengadakan penelitian dan studi social ini, kita akan dapat mengembangkan serta menghayati masalah-masalah social yang terjadi dalam kehidupan kita, baik yang ditimbulkan oleh orang lain maupun yang disebabkan oleh perbuatan dan tingkah laku kita sendiri. Melalui penghayatan ini, kita akan mengetahui factor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah tadi. Setelah kita mengetahui apa penyebabnya, setidaknya kita akan menghindarkan dari bahaya yang mungkin mengancam kita dan lebih jauh dari pada itu, kita akan dapat menghidarkan diri dari tingkah laku serta perbuatan yang menyebabkan terjadinya masalah social.
Masalah social sebagai produk manusia, tidak akan mungkin lenyap selama manusia masih hidup dipermukaan bumi. Oleh karena itu, penghayatan serta penelitian kita terhadap gejala dan masalah sosial harus kita pertajam dan kembangkan secara terus-menerus. Dalam hal ini, kedudukan studi social yang merupakan salah satu cara mempelajari dan mengahayati gejala dan masalah social akan semakin bertambah penting. Sadar ataupun tidak, manusia sebagai anggota masyarakat dapat berperan ganda (homo duplex) pada terjadinya gejala dan masalah social. Manusia berlaku sebagai subyek penyebab terjadinya masalah social dan pada saat yang sama ia juga dapat menjadi obyek penderitanya. Oleh karena itu setiap anggota masyarkat sudah dapat dipastikan tidak dapat netral dari kedua peran tersebut.
Dengan demikian, setiap orang sebagai anggota masyarakat berkepentingan untuk melaksanakan studi social, yang memungkinkan sesuai dengan dengan kemampuan, kedudukan, dan profesinya masing-masing dimasyarakt. Setidaknya kepentingan studi social ini mulai dari ibu rumah tangga sampai kepada kepala Negara. Dalam hal ini,taraf untuk melakukan studi social diantara yang berpendidikan rendah dengan yang berpendidikan menengah tidak sama, begitu juga yang berpendidikan tinggi, kualitas serta kualitas dan ruang lingkup studi social semakin berbeda-beda.
Ketimpangan-ketimpangan dimasyarakat, seperti pengangguran, prostitusi, kriminalitas, anak jalanan, kelaparan, gizi buruk, wabah penyakit dan sebagainya, sebagai akibat korupsi, kolusi, nepotisme, kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan pembangunan dan lain-lain sebagainya, seharusnya mendapat perhatian kita semua. Sebagai contohnya, dalam hal kebijakan ekonomi pemerintah dengan ekonomi makro dan mikronya, dengan pembangunan sarana fisik yang tidak disertai penelitian kondisi sosialnya, akan menimbulkan ketimpangan social ekonomi, setidaknya statistic makro ekonomi naik sangat signifikan namun statistic kemiskinan dan penganguran dikawasan perdesaan juga ikut melonjak naik.
Setiap orang yang terlibat kedalam ketimpangan-ketimpang tadi, baik secara langsung maupun tidak harus menaruh perhatian kepada hal itu. Untuk merealisasikan esensi studi social yang demikian rumit itu, berbagai cara dan usaha dapat kita lakukan. Diantara usaha-usaha itu, yaitu peningkatan mutu pendidikan serta penyelenggaran pendidikan di sekolah dan luar sekolah terus di tingkatkan. Penghayatan dan kesadaran masyarakat akan gejala dan masalah social harus tetep dijaga, karena melalui kesadaran dan penghayatan ini, diharapkan setiap anggota masyarakat mampu mengatasi masalah-masalah social yang di hadapi, setidaknya persoalan urusan rumah tangga, kebersihan lingkungan, sistem tradisi keamanan lingkungan masyarakat bisa diwujudkan.
- 4. Hambatan-hambatan Studi social.
Namun yang harus diperhatikan dalam setiap penelitian maupun penelusuran risert, adalah sifat-sifat gejala dan masalah social, yang berarti bahwa gejala kehidupan manusia dimasyarakat tidak bersifat dikotomi, artinya tidak bersifat ekstrem (tidak beraturan), seperti contoh sifat atau gejala yang berlawanan atau betentangan biasanya terdapat sifat atau gejala peralihan, yang berarti sifat atau gejala yang menempati suatu ujung yang bertentangan dengan sifat atau gejala pada ujung lainya selalu dihubungkan oleh sifat atau gejala yang merupakan peralihannya. Hal ini dapat dibuktikan tentang salah benar opini suatu dimasyarakat, sifat salah atau benar ini tidak selalu berlaku ekstrem dan mutlak, melainkan ada sifat peralihanya yang dipengaruhi oleh situasi-kondisi dan dimensi ruang-waktu, atau hal ini bisa dikatakan terbatas serta tentative (sementara). Sehingga apa yang ditetapkan sebagai hal yang benar disuatu tempat pada suatu waktu tertentu, belum tentu menjadi hal yang benar pada tempat yang sama pada kurun waktu yang berbeda, apalagi berlainan tempat, baik pada kurun yang sama maupun kurun waktu yang berbeda.
Adapun beberapa kesulitan yang biasa ditemui adalah seperti berikut:
- Seseorang yang mengadakan studi social atau disebut juga pengamat (observer) juga menjadi bagian yang sedang diamati (observed). Sehingga subyektivitas bisa mewaranai pandangan, pendapat, dan kesimpulan yang diajukan.
- Efek dari penerapan studi social belum tentu bisa ketahui saat itu juga.
- Teori
ataupun teknologi yang diajukan belum tentu bisa diterima oleh
masyarakat atau masyarakat masih awam dengan hal itu. Sehingga apa yang
menjadi harapan si pengamat dan masyarakat, walaupun itu jalan
satu-satunya belum tentu bisa diwujudkan. Dalam hal ini perlu adanya
kesadaran kerja sama dan sinergi yang terus-menerus diupayakan.
- 5. Metode-metode Studi social.
- Metode pendekatan masalah.
Metode ini dapat diartikan sebagai metode diagnosa terhadap suatu masalah social. Metode ini digunakan untuk mendekati dan mengungkap factor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah. Dengan menggunakan metode pendekatan seperti ini diharapkan terungkap sebab utama atau variable lainya, sehingga pemecahanya menjadi sistematis. Misalnya, kemiskinan, gizi buruk atau kekurangan persediaan air bersih, secara sepintas masalah tersebut orang akan langsung menetapkan bahwa hal itu adalah permasalahan ekonomi semata wayang. Tetapi jika ditinjau dan didekati lebih mendalam masalah tersebut menyangkut pula sikap mental penduduk, peraturan yang berlaku, kebijaksanaan dan tindakan pemerintah setempat, jarak dan lokasi daerah yang bersangkutan dari wilayah lain disekitarnya, kesuburan tanah dan sumber air, kepadatan penduduk, masalah itu sebagai gejala warisan dari tahun ke tahun, tingkat pendidikan dan keterampilan penduduk, hubungan antara penduduk yang miskin dengan yang kaya dan golongan setempat, dan lain-lain.
Ditinjau dari segi totalitas (sistem masalah), masalah gizi buruk dan kekurangan air bersih diatas tidak hanya merupakan masalah ekonomi semata, melainkan menyangkut pula aspek psikologi, aspek hokum, aspek politik, aspek geografi, aspek kependudukan, aspek hstoris, aspek sosiologi, dan sebagainya. Dengan demikian, pengungkapan harus dari berbagai disiplin akademik ilmu social yang meliputi Ilmu Ekonomi, Psikologi, Ilmu Hukum, Ilmu Politik, Geografi, Ilmu Sejarah, Ilmu Pendidikan, dan sebagainya. Prinsip – konsep – teori – tiap bidang ilmu pengetahuan tadi harus digunakan tiap bidang ilmu pengetahuan tadi harus digunakan untuk mengungkapkan sebab-sebab masalah tadi. Dalam hal ini susunan pola studi social diteruskan dengan riset atau penelitian pada umunya.
- Metode pemecahan masalah.
Suatu masalah social jika ditinjau dari aspek-aspek kehiduopanya merupakan masalah multiaspek. Jika ditinjau dari sector-sector kehidupan yang terlibat kedalamnya juga menyangkut beberapa sector. Misalnya, masalah penganguran akan melibatkan beberapa sector, seperti ekonomi, sector penyediaan lapangan pekerjaan, sector pendidikan, sector kependudukan, sector keamanan, sector penerangan, sector pemerintahan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemecahanya juga melibatkan sector-sektor yang bersangkutan. Kerja sama berbagai sector dalam memecahkan suatu masalah atau mengerjakan sesuatu obyek raksasa disebut sebagai lintas sektoral.
- Metode pengembangan kehidupan.
- 6. Era Globalisasi.
Konsep globalisasi terinpirasi dari permasalah pokok manusia terkait kebudayaan atau kultur umat manusia, yaitu apa yang sesungguhnya peradaban yang menjadi harapan peradaban seluruh umat manusia. Sajian materi yang menjadi pokok pembahasan atau konsep globalisasi yang kita bahas disini adalah pembahasan terkait ide dan kepercayaan manusia diseluruh dunia. Pemilihan topic ini berlandaskan bahwa ide serta kepercayaan manusia adalah salah satu sisi ilmu pengetahuan yang selalu menjadi pokok bahasan seluruh umat manusia. Dan bisa dikatakan berasalkan dari dua pokok bahasan inilah perkembangan ilmu pengetahuan lainya terus dikembangkan.
Era Globalisasi adalah harapan suatu masa ketika bertemunya perkembangan serta peralihan peradaban manusia yang berkembang melalui jalur sejarah dan pemikiran ilmiahnya yang tidak mengenal batas wilayah teritorial dan perbedaan usia maupun waktu, yang bisa disebut sebagai era satu dunia (One eart).
Hal ini bisa menjadi jawaban sebuah pertanyaan, Apakah pengetahuan ilmiah berasal dari sebuah teori (risert-penelitian) atau tradisi (culture-budaya) yang menyejarah. Perubahan bentuk peradaban mengindikasikan bahwa peralihan budaya pemikiran manusia sebagai akibat situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda sangat menentukan sebuah perubahan peradaban atau lebih dominant dari pada mengkultuskan suatu teori. Hal ini bisa dibuktikan dari perubahan tradisi menoteistik yang selanjutnya diikuti oleh pemikiran secular maupun paganisme pada obyek kepercayaan atau pemikiran maupun berlaku sebaliknya. Dan dikatakan peralihan dan bukan sebagai perkembangan, karena suatu budaya bukan sebagai bentuk baru yang tiba-tiba muncul tanpa suatu sebab dan akibat yang memberikan tekanan serta pengaruh yang sangat kuat terhadap suatu lingkungan, sehingga masyarakat manusia harus berpikir ulang untuk mencermatinya sebagai bentuk permasalahan social. Dan suatu pemikiran akan cenderung hilang pada suatu saat namun suatu saat bisa muncul lagi atau lebih spesifiknya blunder (berulang kembali). Pendek kata bergantinya siang dan malam bisa mengikis iman seseorang, walaupun pada dasarnya keimanan pada Tuhanya tersebut adalah abadi, karena keberadaan yang diiman jauh sebelum adanya siang dan malam, bahkan tidak berawal dan berakhir.
Sehingga apa yang menjadi disebut tradisi dan teori pada praktisnya adalah sikap dan perilaku manusia sebagai tanggapan permasalah social pada lingkunganya, apapun yang terjadi pada lingkunganya, kelestarian manusia ditentukan dari factor lingkungannya dan tidak hanya serta merta factor ideology pemikiranya. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia adalah berbudaya dan berpikir pada tingkat praktisnya. Jadi pengetahuan ilmiah tidak identik baku atau mutlak jika kita mengakui teori budaya, karena manusia itu berbudaya dan pemikiran adalah kemampuan alami sebagai makluk yang dimulyakan. Lalu berasal dari manakah bentuk kebudayaan sekarang, Apakah sebagai hasil pemikiran manusia ataukah peralihan budaya yang menyejarah.
Jika kita mencermati teori dialektika dalam porsi ilmiah maka manusia selalu mencari sebuah hipotesis adalah kesimpulan walaupun itu semantara, karena dalam setiap kesempatan pemikiran manusia selalu dimentahkan oleh situasi dan kondisi karena manusia tidak bisa melewati dimensi ruang dan waktu dalam saat tertentu. Dan jika kita mencermati sejarah maka kita akan menemukan dari manakah asal teori materialisme. Pendek kata pembahasan suatu ide masih bisa ditelusuri melalui jejak sejarahnya dan tidak serta pembenaran ilmiah selalu bergerak maju yang berarti tidak berlaku sebaliknya (masa lalu), karena batasan dimensi ruang dan waktu tidak dilewati oleh pembuktian dimasa yang akan datang, sehingga apa yang menjadi landasan suatu pengetahuan ilmiah saat ini harus bisa dibuktikan, hal itu tidak menafikan masa lalu maupun kedepanya. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Zeno “gerak dan kosong adalah absurd”.
Dari sini dapat kita pahami sejarah dan pemikiran akan berulang walupun dalam suasana yang berbeda. Hal ini bisa dibuktikan apa yang disebut sebagai pengetahuan ilmiah saat ini, pada suatu saat bisa dikatakan suatu hal yang amat bodoh dan apabila kita cermati dari sejarahnya setiap generasi akan memahami hal baru dari generasi sebelumnya dan pada hakikatnya adalah kembali pada masa lalunya. Sebagai bukti kuncinya bentuk kepercayaan antara tauhid dan paganisme maupun secular akan saling bergantian dalam peradaban manusia, yang berarti sejauh mungkin manusia menginkari akan keberadaan Tuhan yang Esa, saat itu juga ia meyakini Tuhan walaupun itu dirinya atau obyek lain. Manusia tidak akan lepas dari permasalah tersebut.
Peradaban manusia berkembang melalui sejarahnya, apa yang disebut sebagai budaya pemikiran, daya cipta, rasa dan karsa selalu mengalami peralihan dari waktu-kewaktu. Dan apa yang disebut sebagai suatu perkembangan terhadap suatu kebudayaan adalah peralihan atau pertumbuhan suatu pola karena situasi dan kondisi suatu masa yang dihadapi oleh suatu masyarakat tertentu, sebagai bentuk proyeksi dan refleksi dari bentuk kebudayaan lama, sehingga membentuk metamorfosis yang bertahap dari waktu-kewaktu.
Perkembangan pengetahuan manusia yang alami dan tanpa praktik treatment dan manipulasi adalah bentuk kesejarahan yang sangat panjang seukuran peradaban manusia itu sendiri. Hal ini bisa dibuktikan bahwa bukti perkembangan suatu ideology suatu masyarakat tertentu, selalu menyangkut bentuk kebudayaan masyarakat yang telah ada sebelumnya yang berada dilingkungan tersebut.
Perkembangan pengetahuan manusia yang diindentikan pada tradisi dan praktik ilmiah (treatment dan manipulatif ), pada dasarnya adalah bentuk hakikat manusia sebagai manusia berpikir. Hal ini dibuktikan dalam setiap kesempatan manusia selalu diberikan suatu bentuk pilihan-pilihan.
Perbandingan bentuk antara dunia sejarah dan ilmiah suatu pengetahuan pada manusia yaitu argument filosofis dan tradisi yang berkembang. Dan jika kita nyatakan kepercayaan manusia tidak akan pernah punah dan ide manusia selalu menyertai kehidupan manusia dimuka bumi ini.